Oleh : Al-Fian Dippahatang
Buat: Mariati
Atkah
1.
Mappasau
Terluap air di mulut bambu yang
menguning.
Terjaga dari lumut hijau menyaring
air agar lebih bening.
Hening engkau basuh wajahmu yang
dari tapak tanganmu
jatuh ke kolam air mandi, cemerlang
wajahmu engkau amati.
Sambil menghirup aroma bedak hitam
dari beras ketan
sehabis digoreng hingga hangus, menutupi
wajahmu.
Engkau tampung senang dari
bahan-bahannya.
Seperti, asam Jawa dan jeruk nipis
sendiri
yang engkau tanam semasa kanak di
belakang rumahmu.
Kini, engkau petik bukan tuk engkau
pakai mencecap,
atau melezatkan makanan yang hendak
engkau santap.
Jeruk nipis itu melengkapi pestamu.
Juga, busa sabun di tubuhmu hilang,
berulang-ulang engkau simbahi.
Berkali-kali matahari bertengger menyinari
kulitmu.
Engkau beranjak mengenakan sarung
baru.
Lalu, menjalani sesuai
petuah—menyuruhmu jalan lamat-lamat.
Tak dibiarkan lantai papan
berbunyi.
2. Wenni Mappaci
Para tetangga yang risau anak
gadisnya belum dilamar,
berbondong-bondong pasang diri di
dekatmu melawan samar lampu kamar.
Pandangnya lurus—terperangah
melihat sosokmu yang terurus.
Daun pacar kini tergantung di ujung
kuku-kukumu yang telah diperhalus.
Entah, manis jemarimu kelak mahir
memotong-motong
daging di dapur. Atau, jemarimu
hanya peka
bilamana jantungmu kacau melihat
orang-orang
yang bahagia tanpa membahagiakan
dirinya.
3.
Kawissoro
Sah adalah resah. Mengurus seseorang darinya tertidur
hingga terbangun.
Sebab, kebahagiaan letaknya tak hanya di bibir.
Ia akan hinggap dibawa oleh kata-kata yang beterbangan.
Bertebaran ke telinga yang sehabis terucap.
Meluap ke isi kepala yang merasakan hari-hari penuh
pesta.
Makassar, 2015
0 komentar:
Post a Comment