Oleh : Dewa Gumay
Pengantar
Pada dasarnya, kelahiran gerakan-gerakan sosial ataupun gerakan lingkungan selalu ditandai dengan ketimpangan, mulai dari kondisi ketimpangan sosial, politik, dan carut-marutnya pengelolaan sumber daya alam. Tulisan ini mencoba mendedah titik balik lahirnya Gerakan Lingkungan Internasional dan menjalar ke Indonesia dalam perspektif historis atau dalam lebih luas adalah Gerakan penentangan terhadap ketimpangan pengelolaan sumber daya alam.
Lahirnya Gerakan Lingkungan atau sumber daya alam didasari oleh sebuah keyakinan yang kuat bahwa terjadi sebuah konspirasi dan kapitalisasi oleh Negara maju terhadap akses sumber daya alam yang timpang, yang dirasakan oleh Negara ketiga atau lebih dikenal dengan hubungan Utara-Selatan, atau politik sumber daya alam yang dilakukan oleh Negara maju terhadap Negara berkembang.
Periodisasi berdasarkan tinjauan historis-nya, politik sumber daya alam dapat dibedah menjadi tiga periode penting : Pra Perang Dunia pertama, yaitu periode penguasaan sumber daya alam oleh kaum feodalisme / monarki, kolonialisme (penguasaan secara langsung melalui penjajahan), dan perang dunia kedua, kemudian pasca Perang Dunia Kedua, yaitu periode tatanan ekonomi dunia baru ditandai dengan lahirnya Bank Dunia dan IMF, impor dan pengalihan industri ke-negara ketiga yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Periode ketiga adalaha kerusakan lingkungan dan pengurasan. Sumber daya alam, mengakibatkan pemiskinan struktural. Periode inilah yang dikemudian hari menjadi titik balik lahirnya Gerakan Lingkungan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Pra Perang Dunia Pertama
Sejak awal perkembangan system ekonomi yang beorentasi modal, kawasan lingkungan alam yang kemudian disebut sumber daya alam (SDA) sudah menjadi salah satu faktor penting disamping modal dan sumber daya manusia (SDM). Sebagai suatu ideologi yang bertujuan melakukan menumpangan modal (Capital Accumulation) melalui proses penanaman modal (Capital Investment).
Dalam prakteknya tak lain adalah mendorong dan mengharuskan adanya ekspansi kelaur dalam bentuk penguasaan pasar, sumber pasokan bahan baku dan tenaga kerja semurah mungkin. Pada zaman kolonialisme akumulasi modal yang tersentralisasi di Eropa (Inggris) di distribusikan kebeberapa penjuru dunia, yang pada gilirannya ia menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.
Pandangan ini kemudian dipertegas oleh Weber dengan deskripsinya tentang “adanya sebuah gerakan individualisme sebagai penentangan atas ekspolitasi kejam yang dilakukan oleh feodalisme. Feodalisme di Yunani dan Romawi muncul dari kelas militer, sedangkan di Eropa tengah muncul dari kelas tuan tanah. Kondisi inilah yang melahirkan kelas-kelas penguasa atau pemegang hak milik atas aset produksi, kelas sosial ini kemudian hari dilawan dengan gerakan individualisme yang merupakan cikal bakal system akumulasi modal.
Di Perancis ditandai dengan jatuhnya penjara bastile dan kemarahan rakyat kelas petani sehingga melahirkan Revolusi Perancis pada 1789 dan 1799. Revolusi Perancis merupakan kritik terhadap feodalisme yang dilakukan oleh kelas petani, buruh, dan semua kelas yang tersakiti oleh kekuasaan feodalisme atau monarki.
Menurut Dudley Dillard, pase ini didukung dengan tiga faktor penting : Pertama, dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan anjuran untuk hidup hemat. Kedua, hadirnya mitos logam mulia terhadap distribusi pendapatan atas upah, laba, dan sewa. Ketiga, keikutsertaan Negara dalam membantu membentuk modal untuk berusaha.
Pergeseran prilaku yang semula hanya sekedar perdagangan publik, kearah dan wilayah jangkauan yang lebih luas lagi, yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri merupakan cirri revolusi industri di inggris yang terjadi pada 1760-1830.
Pasca Perang Dunia Kedua
Kolonialisme langsung ini pada perkembangannya disadari oleh Negara kolonial terlalu transparan, terlihat tidak adil dan diyakini tidak dapat berlangsung terus. Maka pada tahun 1944, sebanyak 44 negara berkumpul di Bretton Woods (kota kecil di Negara bagian New Hampshire, AS), untuk membicarakan Tata Ekonomi Dunia Baru pasca Perang Dunia Kedua.
Tujuan utama dari pertemuan ini ialah “menciptakan perdamaian, karena itu harus dimulai dengan menciptakan kemakmuran ekonomi bagi semua Negara di dunia ini”, akhirnya lahirlah dua lembaga internasional yang dikenal dengan nama Bank dunia dan Dana Moneter Internasional (World Bank dan IMF, yang mulai beroperasi tahun 1947).
Lahirnya Bank Dunia dan IMF merupakan babak baru dalam sejarah umat manusia, dimana pembangunan Negara-negara juga menjadi urusan Negara-negara lain di dunia ini, tampaknya ini awal mula globalisasi yang semakin pesat didorong dengan perkembangan teknologi komunikasi.
Pada proses Globalisasi pembangunan yang ditandai dengan munculnya Bank Dunia, dan IMF, masalah dunia yang dulunya hanya kemiskinan dan perang bertambah satu yaitu ‘Perusakan Lingkungan’.
Menurut Martin Khor Kok Peng, (Imperialisme Ekonomi Baru. Putaran Uruguay dan Kedaulatan Dunia Ketiga, 1993) kesalahan ini terjadi dikarenakan “kekuatan-kekuatan telah berusaha dan berhasil ‘mengelola’ transisi dari dunia kolonial ke dunia pasca kolonial, dengan cara-cara sesungguhnya semakin mengetatkan Kontrol mereka terhadap pemanfaatan berbagai sumber daya yang ada di dunia ini, sementara mereka juga menyebarkan model pembangunan, budaya, dan gaya hidup barat ke Negara-negara yang baru merdeka ini.
Caranya ialah melalui tekanan hutang, perundingan-perundingan dalam kerangka GATT (General Agreement on Trade and Tariff) dan putaran Uruguay, pemaksaan model pembangunan yang menguntungkan Negara-negara ang lebih kuat lewat apa yang disebut Program Penyesuaian Struktural atau SAP (Structural Adjusment Program).
Krisis Ekologi di Negara Ketiga
Tata ekonomi duia baru pasca perang, ditandai dengan lahirnya Bank Dunia dan IMF, cara-cara Imperialisme dan penjajahan langsung tidak dilakukan lagi seiring dengan berakhirnya perang dunia kedua, tetapi model penguasaan atas sumber daya alam tetap berlangsung.
Bahkan, pada perkembangannya peran Bank Dunia dan IMF jauh lebih luas mengontrol pasar dan ekonomi di Negara ketiga melalui paket pinjaman (loan). Negara maju berlomba melakukan investasi ke Negara berkembang, pada hakikatnya ada empat alas an yang kuat perpindahan industri dari Negara maju ke Negara berkembang, pertama, pasokan bahan baku atau sumber daya alam yang melimpah, kedua, tenaga kerja yang murah, ketiga, pasar yang akan menjadi konsumen, keempat, transfer teknologi yang usang dan transaksi teknologi.
Beberapa peristiwa penting kerusakan lingkungan antara lain : kasus tambang Freeport di papua, kasus waduk kedung ombo, konflik tambang Inco di Sulawesi, tambang emas dan batubara KPC di Kalimantan, kasus konflik perkebunan kelapa sawit sinar mas di sumatera, kasus pabrik pulp and paper di Riau dan Indorayon di sumut, kasus mobil oil, Exxon Mobil, HPH (Hak Penguasaan Hutan) di Aceh, dan ratusan kasus lingkungan yang berimplikasi terhadap konflik land tenure, konflik horizontal, dan proyek pengamanan oleh aparat militer. Semua konflik tersebut berjalin kelindang dengan persoalan politik sumber daa alam yang dilakukan oleh Negara-negara utara atau Negara maju melalui Bank Dunia dan IMF.
Gerakan Lingkungan
Sebelum masuknya pada pola dan bentuk-bentuk Gerakan Lingkungan di dunia dan Indonesia, ada banyak definisi tentang istilah Gerakan Lingkungan, setidaknya ada tiga pengertian merujuk istilah Gerakan Lingkungan : Pertama, sebagai pengambaran perkembangan tingkah laku kolektif (collective behavior). Kedua, sebagai jaringan konflik-konflik dan interaksi politis seputar isu-isu lingkungan hidup dan isu-isu lain yang terkait. Ketiga, sebagai perwujudan dari perubahan opini publik dan nilai-nilai yang menyangkut lingkungan.
Lahirnya gerakan lingkungan diseluruh dunia merupakan refleksi gagalnya instrument pembangunan yang tidak menggunakan pendekatan ekologi, dan refleksi dari carut marutnya pengelolaan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakannya lingkungan dan ketimpangan sosial. Sehingga untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut diperlukan sebuah ‘pendekatan politik jalan ketiga’ atau politik hijau yaitu semua kebijakan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah harus mempertimbangkan keberlangsungan ekologi. Pendekatan ini kemudian hari menjadi cikal bakal lahirnya green party di beberappa Negara maju.
Hari Bumi
22 April 1970 atau 41 tahun lalu, ditandai dengan lahirnya sebuah gerakan kepedulian terhadap lingkungan hidup atas prakarsa seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson sekaligus sebagai staf pengajar lingkungan hidup. Saat itu ia berhasil mengumpulkan 20 juta orang turun ke jalan mengampayekan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Gerakan ‘CHIPKO’ Vandana Shiva
Pemihakan Vandana Shiva pada alam, pada petani dan kelompok tertinggal, khususnya perempuan, tak sulit dilacak latar belakangnya. Perempuan yang dilahirkan pada tanggal 5 November tahun 1952 di Dehradun, kota tua di pegunungan Himalaya, India, itu membangun penghargaannya kepada alam melalui pengalaman kesehariannya bersama ayahnya, seorang penjaga kelestarian hutan dan ibunya yang petani.
Bagi Vandana Shiva, benih adalah inti kehidupan. Untuk sumbangannya bagi gerakana penyadaran dan perlindungan lingkungan, ia menerima 15 penghargaan nasional dan internasional, termasuk The Earth Day International Award pada tahun 1993 dan The International Award Of Ecology pada tahun 1997.
Kelompok Greenpeace
Greenpeace sebagai organisasi yang berdiri sejak 1971 bertujuan memperjuangkan kelestarian lingkungan dan perdamaian dunia. Dimana ada kerusakan lingkungan, disitulah Greenpeace hadir menjadi saksi mata nagi dunia. Sampai saat ini Greenpeace mempunyai perwakilan disetiap regional dunia.
0 komentar:
Post a Comment