Recent

02 October, 2015

Tari Pepe-pepeka Ri Makka


Tari Pepe-pepeka ri Makka adalah salah satu jenis kesenian tradisi rakyat di kalangan etnis Makassar. Secara historis tari Pepe-pepeka ri Makka terkait dengan penyebaran agama Islam sekitar abad ke-17 terutama di Kabupaten Gowa yang merupakan gerbang awal masuknya agama Islam.

Tari Pepe-pepeka ri Makka dalam kurun waktu era 60-an pernah mang-alami pasang surut. Pasang surut ter-sebut disebabkan berbagai faktor yang ikut mempengaruhi antara lain jumlah pelaku seni yang masih sangat terbatas, dan masih tertutupnya akses serta peluang bagi generasi muda untuk mempelajari. Para pelaku yang sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain, karena pertimbangan keluarga, di samping sistem komunikasi sangat ter-batas, dan sebagian pelaku tidak dapat dikumpulkan dalam waktu singkat untuk melakukan sebuah acara per-tunjukan.

Pasang surut yang terjadi juga disebabkan oleh kesibukan para pelaku dalam hal mencari nafkah untuk keluarganya. Di samping itu, para penariseluruhnya harus berdasarkan garis keturunan dan penarinya adalah orang tua, dengan kata lain usianya sudah tidak muda lagi. Kendatipun demikian kesenian tersebut tidak mati atau hilang sama sekali, karena dihidup-kan pada salah satu acara ritual yang ada di Sero yaitu upacara tammu tawung yangdiadakan sekali setahun[i] dan acara pesta adat Karaeng Loe diadakan sekali dalam tujuh tahun serta upacara-upacara adat lainnya.

Menurut Daeng Pawa, tari Pepe-pepeka ri Makka mulai muncul di Kampung Sero pada tahun 1942, pada waktu itu tari Pepe-pepeka ri Makka digabungkan dalam paket seni tradisi rakyat yang ada pada masyarakat etnis Makassar yang disebut Ganrang Bulo. Paket tersebut yang dimaksud terdiri atas beberapa bentuk kesenian yakni tari Ganrang Bulo, tari Pepe-pepeka ri Makka, Teater Kondo Buleng, dan tari Si’ru. Pada tahun 1954 tari Pepe-pepeka ri Makka telah berkembang sampai di wilayah Kampung Paropo.

Kampung Paropo berada di Kecamatan Panakukang Kota Makassar, sedangkan Kampung Sero berada pada wilayah Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Walaupun secara administratif kedua wilayah tersebut di bawah kekuasaan pemerintahan yang berbeda, namun letak wilayahnya cukup dekat dan kedua Kampung di-hubungkan sebuah sungai kecil yang pada masa itu merupakan sarana untuk menghubungkan kedua wilayah.

Sejarah Pepe-pepeka ri Makka

Tari Pepe-pepeka ri Makka adalah kesenian rakyat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat etnis Makassar, Gowa dan sekitarnya di mana pada umumnya masyarakat pendukungnya adalah masyarakat ber-agama Islam. Hal itu terjadi karena awalnya tari Pepe-pepeka ri Makka muncul bersamaan dengan masuknya agama Islam di Gowa pada abad ke XVII (tahun 1605) Masehi, tepatnya pada saat pemerintahan raja keXV yaitu Sultan Alauddin di Talloq. Dalam buku sejarah Sulawesi Selatan dijelaskan, bahwa raja Gowa Sultan Alauddin/-Tumenanga ri gaukanna (1593-1639) memeluk Islam pada tanggal 9 Jumadil awal 1014 Hijriyah atau 22 September 1605.[ii] Mengapa tarian ini erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam, karena agama Islam pada waktu itu dikembangkan lewat seni pertunjukan, dengan menampilkan tarian yang atraktif, menarik, dan simbolik.

Menurut orang-orang tua pembina tari Pepe-pepe ri Makka, tarian ini muncul pada masa Syekh Yusuf al-Mahasin al-Taj al-Khalwati al-Makassari Tuanta Salamaka, dan merupakan prakarsa dari Tuanta Salamaka, seorang sufi dari kerajaan Gowa di tahun 1666, berjuang di Banten, mengembangkan agama Islam di pulau Sarandib Sailon dan di Afrika Selatan, wafat di Capetown tanggal 23 Mei 1699.[iii] Salah satu per-juangannya dalam mengembangkan Islam adalah lewat seni, ini dibuktikan dalam syair tari Pepe-pepeka ri Makka. Berdasarkan syairnya, maka diambillah nama tersebut menjadi judul sebuah tarian. Kesenian Pepe-pepeka ri Makka yang menurut pengertian masyarakat Makassar, Pepe artinya api, sedangkan ri menunjukkan tempat (di), sementara Makka diartikan Mekah (tanah suci). Jadi pengertian secara etimologi tari Pepe-pepeka ri Makka adalah sebuah tarian permainan api, diiringi dengan nyanyi-an yang syairnya bernafaskan Islam dan mempunyai nilai religi, ungkapan kata “Mekah” adalah pusat penyebaran agama Islam.

Masyarakat etnis Makassar mengenal tari Pepe-pepeka ri Makka secara turun temurun dan merupakan warisan dari nenek moyang mereka. Kesenian ini sangat digemari oleh masyarakat Makassar mulai dari anak-anak sampai kepada orang tua karena mempunyai nilai dan makna dan daya tarik tersendiri yaitu adanya atraksi dalam permainan api dan juga atraktif sehingga masyarakat, khususnya masyarakat Makassar tidak merasa bosan menyaksikan kesenian tersebut.

Tari Pepe-pepeka ri Makka meru-pakan bentuk pertunjukan seni tradisi rakyat yang bernafaskan Islam yang dilengkapi dengan properti api. Ide-ide tersebut muncul berdasarkan kisah ketika Nabi Ibrahim pada waktu itu dibakar namun tidak terbakar/tidak termakan api. Di samping itu, sajian tari Pepe-pepeka ri Makka memiliki nilai-nilai ritual, begitu pula dengan musik dan syairnyapun mengandung nilai ritual yang menceritakan tentang kisah nabi Ibrahim ketika dibakar lalu kemudian syair itu diadopsi dalam bahasa Makassar.

Keberadaan tari Pepe-pepeka ri Makka memiliki keterkaitan erat dengan unsur keyakinan seperti yang dianut oleh umat Islam masyarakat pendukung kesenian di lingkungan masyarakat etnis Makassar, khususnya di Kampung Sero dan Kampung Paropo. Kedua tempat tersebut merupakan wilayah masyarakat yang tergolong dalam etnis Makassar yang memelihara dan meng-embangkan tari Pepe-pepeka ri Makka hingga saat ini. Bentuk kesenian ini diritualkan oleh masyarakat etnis Makassar dan ditarikan secara turun temurun. Artinya pewarisnya mulai dari nenek moyang mereka sampai kepada anak cucunya saja.

Seperti yang diungkapkan oleh Bantang,pertunjukan tari Pepe-pepeka ri Makka mengandung nilai filosofis yang terkait dengan konsep pada masyarakat Makassar yaitu salah satu mitologi appak sulapa (empat persegi) yakni , tana (tanah jekne (air), angin (angin),dan Pepe (api). Dalam kaitannya dengan tari Pepe-pepeka ri Makka unsur api merupa-kan bagian yang penting dalam per-tunjukan tersebut. Di samping itu, tari Pepe-pepeka ri Makka tidak terlepas dengan kisah Nabi Ibrahim ketika beliau dibakar dengan api. Beliau memohon keselamatan kepada Allah SWT dengan membaca doa yang berbunyi kulnayanarukuni bardan wasalaman ala Ibrahim.[iv]Sebelumnya para penari yang akan pentas tidak lupa mengucapkan syalawat dengan membaca, Allahumma dzalli ala Muhammad waalaa Ali Muhammad maksud doa tersebut agar memberi keselamatan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan konsep di atas, maka tari Pepe-pepeka ri Makka mengandung makna dan nilai sakral yang cukup tinggi terkait dengan adanya permainan api sehingga menjadi sebuah bentuk yang terangkai menjadi sebuah pertunjukan tari, khususnya dalam kehidupan masyarakat etnis Makassar.

Di samping itu, Bantang meng-ungkapkan, bahwa api dapat pula dimaknai sebagai salah satu anasir alam yang memiliki daya panas yang cukup tinggi. Api membara selalu dalam posisi tegak dan berpijar ke atas, ini merupakan simbol sifat tegas dalam menegakkan keadilan. Terkait dengan permainan api pada tari Tari Pepe-pepeka ri Makka (Kesenian Tradisional Makassar) secara tekstual tergambar bahwa api yang dijadikan media selalu me-mancarkan cahaya ke atas juga meru-pakan salah satu simbol watak ke-pribadian orang Makassar yang selalu bersikap tegas dalam mengambil sebuah keputusan.

Dalam syair tari Pepe-pepeka ri Makka, makna yang terkandung di dalamnya sangat dalam terkait dengan penyebaran Agama Islam. Seperti yang terungkap dalam salah satu bagian syairnya adalah Pepe-pepeka ri Makka lanterayya ri Madinah parombasai natakabbere dunia artinya api di Mekah lentera/obor dari Madinah kobarkanlah sehingga dunia berkumandang takbir (membesarkan Allah).

Syair tersebut di atas, dapat di-pahami bahwa ajaran agama Islam awalnya berasal dari kota Mekah di mana Nabi Muhammad SAW. dilahir-kan. Kemudian ia menyebarkannya selama kurang lebih 13 tahun lamanya. Ia mendakwahkan kalimat La Ilaha Illallah yang berarti tiada tuhan selain Allah. Kota Makkah saat itu banyak dipenuhi oleh orang-orang yang musyrik yang menyembah berhala. Se-telah sekian lama Rasulullah SAW ber-dakwah, namun hanya beberapa orang saja yang beriman /percaya dan mem-benarkan apa yang ia bawa. Bahkan ia dan pengikutnya mendapatkan perlaku-an yang keji dan kejam dari penduduk setempat dan kemudian ia mendapat perintah hijrah/ berpindah ke Madinah. Di kota tersebut barulah agama Islam berkembang dengan pesat setelah mereka penduduk Madinah meng-angkat Rasulullah sebagai pemimpin mereka dalam hal agama dan peme-rintahan. Maka Madinah menjadi simbol wadah ajaran agama Islam yang kemudian dalam syair tari Pepe-pepeka ri makka tersebut di atas dilambangkan dengan obornya dan inti ajaran yang membawa cahaya disimbolkan dengan api, jika keduanya telah bersatu maka seluruh dunia akan terdengar men-dengungkan kalimat takbir. Di samping itu makna lain yang tersirat di dalam-nya adalah api merupakan inti, dalam ilmu tasauf merupakan lambang hakikat/makrifat, sedangkan obornya adalah wadah yang melambangkan syariatnya. Keberhasilan akan terwujud jika syariat dan hakikat dipadukan bagaikan tubuh dan nyawa.

Tari Pepe-pepeka ri Makka adalah sebuah tarian ritus untuk menceritakan kisah Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api. Lagu yang dibawakan adalah doa Sang Nabi yang diadopsi ke dalam bahasa Makassar. Umumnya atraksi ini dipertontonkan dalam acara penyam-butan tamu, baik tamu-tamu kerajaan, pemerintahan, dan untuk pariwisata.

Alat-alat musik terdiri dari gendang, biola khas Makassar yang bentuknya menyerupai rebab (alat musik gesek khas Arab), dan rebana. Seorang penyanyi terus melantunkan doa dalam nyanyiannya. Sementara penari terdiri dari lima orang kesemua-nya adalah penari laki-laki. Seluruh pemain Tari Pepe-pepeka ri Makka (Kesenian Tradisional Makassar)mengenakan pakaian adat. Sementara musik dimainkan dan nyanyian di-bawakan, para penari melakukan gerak baik merupakan gerak baku maupun gerak improvisasi di atas panggung dengan membawa tongkat dengan nyala api sebagai properti pada tarian ini.

Jenis kesenian Pepe-pepeka ri Makka pada mulanya diiringi oleh alat musik yang terdiri dari biola, gambus, rebana, dan syair lagu yang dibawakan ber-nuansa Islami. Tetapi pada perkem-bangan selanjutnya tidak hanya meng-gunakan musik rabana, gambus, dan biola saja, akan tetapi ada beberapa penambahan alat musik daerah setempat misalnya gendang Makassar, kannong-kannong, parappasa, dan gong. Demikian juga pada syairnya telah mengalami perkembangan namun masih tetap berpijak pada nilai-nilai tradisi yang terdahulu yaitu nilai religius.

Tari Pepe-pepeka ri Makka lahir dari tradisi atau kebiasaan masyarakat etnis Makassar dalam acara pasca panen, tarian ini juga berfungsi sebagai per-mainan rakyat dan merupakan kegiatan ritual, selain itu sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Namun saat ini fungsinya telah berubah menjadi sebuah pertunjukan seremonial. Jumlah penarinya terdiri dari 4 orang ditambah 1 orang penari yang menjadi fokus untuk dibakar dalam gerak-gerak improvisasi serta jumlah pemusik terdiri dari 8-10 orang.

Pada tahun 1942 tari Pepe-pepeka ri Makka dibina oleh seorang seniman yang bernama Daeng Pawa, yang diturunkan dan diwariskan dari orang tua mereka. Pada masa itu seni tari Pepe-pepeka ri Makka belum terlalu banyak mengalami sentuhan estetik terutama dalam penggunaan busana, karena pada zaman dahulu hanya digunakan dalam kepentingan upacara. Selanjutnya pada tahun 1954 seorang generasi penerusnya bernama Abd Razak yang akrab di-panggil Daeng Aca dengan segala kreatifitasnya mencoba untuk melaku-kan pembaharuan-pembaharuan ter-hadap tari Pepe-pepeka ri Makka sehingga dapat berjalan sesuai dengan perkem-bangan zaman. Perubahan yang terjadi pada tari tersebut terlihat pada bentuk dan fungsinya.

Bentuk (wujud fisik) atas dasar elemem-elemen tari Pepe-pepeka ri Makka dari tahun 1990 sampai sekarang. Berbicara masalah bentuk, berarti tidak terlepas dengan teks atau wujud dari sesuatu yang dapat dinikmati dan dilihat misalnya bentuk dari wujud kesenian antara musik dan tari yang tidak sama. Masing-masing elemen pembentuknya juga berbeda-beda. Seni musik unsur pokoknya adalah bunyi yang dibentuk oleh notasi-notasi yang dapat menghasilkan beraneka macam lagu.

Sementara elemen pembentuk seni tari adalah gerak. Gerak yang dimaksud adalah gerak yang ritmis, ditata dan disesuaikan dengan musiknya.[1] Elemen-elemen komposisi tari merupakan perpaduan antara gerak, penari, properti, musik, tempat pertunjukan, tata rias dan busana, dan pola lantai. semua unsur tersebut merupakan perpaduan yang saling berhubungan sehingga menimbulkan nilai estetis yang tinggi. Tidak hanya elemen-elemen saja yang harus dipertimbangkan, tetapi ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan pula. Menurut Sal Murgiyanto, bahwa faktor yang harus dipertimbangkan dalam sebuah per-tunjukan tari yaitu: faktor kesatuan, keragaman (variasi), pengulangan (repetisi), kontras, transisi, urutan, klimaks, keseimbangan, dan harmoni. Oleh sebab itu bagi pencipta atau koreo-grafer perlu mempertimbangkannya, agar semua kesenian atau tari tidak kelihatan monoton.

Penari tari Pepe-pepeka ri Makka sebagian adalah orang-orang yang sudah berumah-tangga, dari segi umur para penari sangat bervariasi mulai dari orang tua, dewasa, remaja dan anak-anak, semuanya berbaur jadi satu dan masih mempunyai hubungan keke-luargaan atau kekerabatan di antara para anggotanya. Bagi masyarakat pen-dukung khususnya dalam pelaksanaan upacara adat, hubungan tersebut masih sangat kuat dan erat untuk diper-tahankan sejak munculnya tari Pepe-pepeka ri Makka sampai saat ini. Seorang pemimpin tari Pepe-pepeka ri Makka yaitu Daeng Pawa mengatakan, bahwa para pelaku tari Pepe-pepeka ri Makka tidak hanya mengetahui gerak saja tetapi harus mengetahui juga bacaan-bacaan dan doa-doa dari permainan api ter-sebut, sehingga pemilihan generasi harus berdasarkan garis keturunan.[1] Demikian pula diungkapkan oleh Daeng Razak (Aca) bahwa pemilihan penari Pepe-pepeka ri Makka tidak sembarang penari, harus orang-orang yang bersih dan harus tunduk pada aturan-aturan dan ketentuan yang ada dalam arti menghindari semua larang-an-larangan dari yang Maha Kuasa misalnya tidak suka minum-minuman keras, taat beribadah, jujur, tidak suka berkata bohong, dan sebagainya.

Hal yang lebih menarik lagi dalam tarian ini bahwa para pelaku atau penari tidak hanya mengetahui dari unsur gerak saja tetapi harus menge-tahui terlebih dahulu doa/mantra yang digunakan sebagai kekuatan untuk penyelamatan diri, baik dari unsur api sendiri maupun dari roh yang akan mengganggu jalannya pertunjukan khususnya dalam permainan api.

Jumlah penari pada tari Pepe-pepeka ri Makka sebanyak empat orang ditambah dengan satu orang yang akan dibakar saat adegan permainan api atau pada saat masuk pada gerak improv-isasi. Kesemuanya itu mengandung makna yang cukup tinggi. Menurut Bantang (budayawan) bahwa angka empat merupakan anasir tubuh manusia yaitu tanah, api, air, dan angin dan yang satu adalah Tuhan. Selain itu, di-tambahkan pula bahwa lima orang yang tampil mempunyai makna lima waktu dalam shalat sehari semalam.

Pemain musik pada tari Pepe-pepeka ri Makka terdiri dari 8-10 orang. Instrumen musik tari Pepe-pepeka ri Makka merupakan alat musik yang telah mendapat pengaruh dari budaya luar yakni dari Arab, di mana pada awalnya pedagang-pedagang Arab tersebut yang masuk di daerah Makassar diberi ke-sempatan oleh pihak kerajaan untuk berdagang sekaligus mengembangkan kesenian.

Pada mulanya tari Pepe-pepeka ri Makka adalah salah satu kesenian bertujuan untuk menyebarkan agama Islam, tercermin pada alat musik yang digunakan. Peralatan yang dimaksud terdiri dari biola, gambus, dan rebana, merupakan alat musik yang pertama kali digunakan. Namun berdasarkan perkembangannya sudah ditambahkan beberapa alat musik yang ada di daerah khususnya di Makassar, misalnya, ganrang (gendang), kato-katto (kentong-an), parappasa(bambu yang ujunngya di belah menyerupai sapu lidi), dan dangka (gong). Dengan adanya kombinasi dari berbagai macam alat musik yang ada di Makassar maka pertunjukan tampak ramai dan semarak pada saat dimainkan karena menimbulkan bunyi yang cukup bervariasi.

Tari Pepe-pepeka ri Makka merupa-kan tarian rakyat, geraknya tidak ter-lalu rumit. Dengan melihat gerak penari, penonton akan dapat lebih mudah menirukan, baik gerak kaki maupun gerak tangannya. Hal ini dapat dilihat pada gerak kaki yang maju mundur secara bergantian dan pada gerak tangan yang dilakukan dengan ayunan keluar pada bagian dada dan perut. Pada tari Pepe-pepeka ri Makka unsur-unsur gerak bela diri seperti pencak silat tercermin pada tarian ini. Hal tersebut mencerminkan perjuangan para raja melawan kolonial Belanda pada masa lampau. Meskipun gerak tari Pepe-pepeka ri Makka tampak lebih muda dan sederhana tapi di sisi lain terdapat suatu kekuatan gerak yang terkandung di dalamnya khususnya yang terkait dengan gerak ridoangnga (berdoa), dan pada gerak permainan api. Khusus hal ini, tidak mudah untuk dapat meng-ikuti karena ada ketentuan-ketentuan khusus yang harus dipahami yang diturunkan oleh generasi tua ke generasi yang mudah terkait dengan doa/mantra permainan api yang merupakan inti dari tarian tersebut.

Sebelum menjelaskan gerak tari Pepe-pepeka ri Makka secara keseluruhan terlebih dahulu akan dijelaskan ragam pokok yang menjadi dasar dalam setiap gerakan tari Pepe-pepeka ri Makka. Ragam tersebut adalah pertama ragam ridoangnga (ragam berdoa), kedua ragam karenanna (religi permainan), dan ketiga adalah ju’julu sulona-Ritongko’ (memberi cahaya api dan ucapan syukur). Pada ragam ridoangnga terdiri dari gerak sulengka, gerak ju’juluk, dan gerak sitanroi, sebagai awal atau pembuka dalam tari Pepe-pepeka ri Makka.

Para penari sebelum menerima atau memegang properti dari salah seorang pawang terlebih dahulu melakukan doa bersama dengan makna memohon keselamatan kepada Yang Maha Agung dan para leluhur agar pertunjukan tari dapat berjalan lancar serta dalam memainkan api tidak terjadi malapetaka, misalkan merasakan panas ataupun membakar pakaian dan kulit para penari serta penonton yang sempat terlibat langsung dalam pertunjukan tersebut. Karenanna terdiri dari gerak assere dan candak merupakan ragam yang kedua, para penari bergerak sambil memainkan properti. Ragam ini mempunyai makna bahwa bermain dengan api sebagai tanda keberanian atau adu kekebalan. Hal ini dapat terungkap dalam gerak bahwa bahwa permainan ini bukan hanya sekedar bermain melainkan melatih diri untuk lebih sabar dan tangguh dalam meng-hadapi kehidupan. Ju’julu Sulona-Ritongko’ pada ragam yang ketiga ini terdiri dari gerak assiju’juluk, gerak ajju’juluk tau risompo, dan gerak assyukkuru’.Kesemuanya mempunyai makna, bahwa dengan pelaksanaan tari Pepe-pepeka ri Makka pada upacara ritual ataupun pada acara hiburan lainnya dapat memberi berkah dan keselamatan pada keluarga yang melaksanakan hajatan maupun pelaksanaan pertun-jukan tari itu.

Dari ketiga ragam gerak yang telah disebutkan di atas merupakan dasar terbentuknya gerak dan desain lantai pada tari Pepe-pepeka ri Makka. Misalnya desain lantai pada posisi melingkar merupakan simbol siklus kehidupan manusia sejak lahir sampai meniggal, di samping itu diyakini pula bahwa melingkar sebagai simbol orang yang mengelilingi Ka’ba di tanah suci Mekah. Semua jenis gerak yang di-maksud dilakukan secara berulang, demikin juga dengan syairnya. Pada setiap pertukaran lagu atau irama, terjadi penyambungan atau pengulang-an gerak untuk menuju gerak selanjut-nya, akan tetapi gerak-gerak improv-isasi selalu diselipkan di dalam tari inti.

Pada masa para ulama dan kaum sufi (antara lain Syekh Yusuf al-Mahasin al-Taj al-Khalwati al-Makassari al-Bantany Tuanta Salamaka Pangngu-lunna Tau panritaya, Syekh Jalaluddin al-Aidit, IDato ri Panggentungang dan Ilo’mo ri Antang), penampilan tari Pepe-pepeka ri Makka syarat dengan dakwa Islam, syarat dengan ajaran menuju kebaikan, menuju al-haq melawan kejahatan, dan kemungkaran. Adapun syair yang digunakan dalam tari Pepe-pepeka ri Makka, bernuansa Islam, antara lain sebagai berikut:

Pepe-pepe ri Makka

Lanteraya ri Madinah

Paromba sai

Natakabbere dunnia.

Artinya:

Api dari tanah Mekkah

Lantera dari Madinah

Cari dan sebarkan

Agar dunia aman dan tenang


Tunumalo sengaka sako

Eroka Lamakkuta’nang

Apa lanrinna

Nakimmenteng assambayang

Artinya:

Wahai orang yang lewat

Saya ingin bertanya padamu

Apa sebabnya, apa musababnya

Orang harus mendirikan sembahyang

Bentuk penyajian tari Pepe-pepeka ri Makka senantiasa mengalami per-ubahan fungsi dalam kehidupan masyarakat etnis Makassar. Per-ubahan fungsi tari tari Pepe-pepeka ri Makka sesuai perkembangan zaman, jika pada awalnya berfungsi sebagai ritual dalam penyebaran agama Islam pada perkembangan terakhir berfungsi sebagai hiburan. Tari Pepe-pepeka ri Makka masih tetap eksis di lingkungan masya-rakat etnis Makassar, karena seni-man atau pelaku seni selalu men-dukung keberadaan jenis tari itu. Kecuali itu masyarakat etnis Makassar dan lembaga-lembaga seni yang memiliki jenis tari itu selalu mendukung perubahan tari tersebut. Demikian pula masyarakat penon-ton sebagai pemilik tari itu senan-tiasa turut merubah rasa estetik sesuai dengan perubahan zaman. Dengan demikian tari Pepe-pepeka ri Makka eksis sampai saat ini.

Sumber : http://sulengka.com/tari-pepe-pepeka-ri-makka/

0 komentar:

Post a Comment