Bahayanya sinetron bagi anak Indonesia. Terutama bagi kalangan anak SMA yang suka hanya menonton Sinetron televisi. Sekiranya kalau mereka sadar dengan hal-hal yang namanya sinetron itu, pasti dia tidak akan menontonnya. Lantas apa penyebabnya sehingga mereka terus saja menontonnya ? berbagai macam pikiran yang meresap dalam nalarnya, sehingga tingkah lakunya boleh dikata hampir-hampir mirip dengan sinetron tersebut. Ketika imajinasi mereka telah banyak dihabiskan hanya untuk menonton sinetron saja, maka ada baiknya pembuat film dan siaran televisi memutarkan saja secara menyeluruh ke stasiun televisi yang ada. Supaya mereka yang suka menonton sadar akan hal ini. Banyak waktu yang mengganggu mereka pada saat asik menikmati alur ceritanya. Ini persoalan Imajinasi mereka, bung persoalan pasar. Coba yang pembuat film lebih menunjukkan nilai-nilai yang semstinya menjadi nilai, agar pengaruhnya sangat bermanfaat.
Karena kebanyakan anak SMA pikirannya hanya untuk berbuat sebagaimana mestinya, bukan berarti bahwa dialah yang menjadi sasaran pasar. “Tolong” jangan mebuatnya seperti itu. Andai kata mereka banyak mendapatkan nilai-nilai kemanusian pada alur cerita sinetron, itu boleh-boleh saja, tetapi bukan nilai-nilai yang dinampakkan, melainkan merusak “Imajinasi” mereka. Bukannya kami salahkan pembuat filmnya, bukannya juga kami menyalahkan penontonnya, tapi kami hanya ingin mereka SADAR. Alur cerita boleh beda, tapi cerita tetap saja sama dengan film-film sinetron. Meskipun sudah banyak yang menjadi korban dalam permasalahan ini, harusnya pembuat lebih dari tahu kalau banyak yang sangat merugikan. Belum lagi saingan antara yang satu dengan yang lainnya. Bagaimana bisa terjadi kesadran kalau semakin menjadi-jadi. Memang sih, membuat itu tak semudah apa yang dipikirkan. Tetapi cobalah melihat sedikit saja terhadap hasil pembuatannya.
Penonton juga kalau tidak dibatasi secepat mungkin, yakin dan percaya, pengaruhnya terhadap orang lain sangat berpengaruh. Karena sudah dibentuk secara berpengaruh terhadap dirinya dan orang lain. Kita sebagai orang yang Sadar dengan hal itu, ketika kita menanyakan “buat apa kau menonton sinetron?” mereka menjawabnya dengan penuh kegembiraan, karena menarik untuk dinonton. Ketika kita bertanya persoalan nilai dari sinetron tersebut, mereka hanya bisa menjawabnya dengan bantahan. Kekecauan sudah mulai Nampak. Perhatikan saja apa yang terjadi pada disekitar Anda. Tingkah laku dan gaya hidup mereka sudah dimasuki oleh berbagai macam gaya dan tingkah laku. Mungkin saja banyak orang tak memperhatikan seperti ini. Akibat dari sebuah kekerasan, bisa jadi berawal dari sinetron. Hanya persoalan memperbutkan satu orang saja yang ia sukai dalam cerita sinetron itu, sehingga akhir dari cerita itu sudah jelas bahwa kekerasan telah dinampakkan.
Aduh, penonton sinetron. kalau dipikir, apa yang membuatnya sehingga terjerumus dalam cerita fikti belakangan ? selamatkan “Imajinasi” kalian. Karna hanya “Imajinasi” kalianlah bisa membuat film sinetron tersebut. Bagaimana misalnya kalau yang suka menonton sinetron dibuatkan wadah untuk memanfaatkan “imajinasi” mereka, salah satunya belajar membuat film sinetron. Kira-kira apa yang terjadi ? bukan apa yang terjadi, melainkan terjadinya bagaimana. Kerasnya dinamika sosial dalam lingkungan. Belum lagi kalau ada film di televisi menarik untuk mereka dia nonton. Se-menarik bagaimanapun itu sinetron untuk dinonton, tatapi tidak membawakan nilai-nilai kemanusian, bagi saya, itu termasuk “jelek”. Entahlah bagaimana pikiran mereka yang merasa suka terhadap hal seperti itu. Kemungkinan besar bagi yang suka dengan sinetron, cita-cita mereka ingin menjadi pemain sinetron.
Selama aturan tidak ada kaitannya dengan sinetron, maka pembuat juga dengan senang hatinya mebuat se-menarik mungkin. Ketika ini terjadi yakin dan percaya saja, tidak ada berhentinya korban sinetron bahkan korban iklan sekalian. Untung saja kalau dia suka membaca buku, kalau tidak pernah membaca buku bacaan, payah sekali godaanya. Jika dia lebih banyak menonton sinetron, ketimbang membaca buku bacaan. Sama saja, membaca bukunya hanya permainan saja. Bagaimana jadinya kalau mereka menganggap buku bacaan sebagai alat permainan saja. Artinya bahwa pikiran mereka telah banyak mengelolah kata-kata sinetron. Seringkali kita menanyakannya, tetapi pertanyaan kami, selalu saja tidak ada pengaruh terhadapnya. Memang kebiasaan sangat sulit untuk keluar darinya, karna butuh waktu dan proses yang sangat menyakinkannya. Apapun kata pembuat film, pasti selalu menyalahkan penontonnya.
Kata-kata sinetron sangat besar pengaruhnya, ketimbang kata-kata dalam kamus. Karna bagi mereka tidak ada kata-kata indah selain kata-kata sinetron. Alangkah sangat lucunya kata-kata itu. Betapa bermanfaatnya kata-kata sinetron itu. Lingkungan bisa mendobraknya hanya korban sinetron saja. Hari demi hari it uterus yang disirkan. Dengan judul yang berbeda, tetapi ceritanya sama saja. Selamatkan mereka secepatnya.
Bagi yang sementara menuju proses menonton sinetron, Anda sangat berhati-hati. Jangan sampai pikiran Anda telah dirasuki oleh sinetron. Tidak ada masalah menontonnya, tetapi jangan biasakan menontonnya.
Sekian dan terima kasih.
0 komentar:
Post a Comment