Recent

01 January, 2016

Tahun baru dan Pesta "Kondom" Baru



Oleh : Rizal Pauzi

Momentum pergantian tahun selalu diidentikkan dengan pesta kembang api. Namun belakangan,media media besar tak lagi tertarik mengulasnya. Publik pun kurang tertarik menyoroti soal kembang api, walaupun ada larangan dari beberapa pemerintah didaerahnya. Ujung - ujungnya penjual tetap ramai,perayaannya pun ramai dengan kembang api. Kritikan atas kembang api ini sebatas rutinitas kosong yang tak berarti apa– apa.

Setidaknya, dalam 2 tahun terakhir beberapa media besar di khususnya di kota Makassar menyoroti Tingginya angka penjualan kondom disaat menjelang pergantian tahun diakui oleh para petugas apotik dan minimarket yang menjual kondom. Hal ini telah jelas berkaitan erat dengan tingginya permintaan akan penginapan dan hotel . Sehingga sudah hampir dipastikan banyaknya pasangan muda mudi yang menghabiskan momentum pergantian tahun dengan berhubungan sex dengan bukan pasangan sahnya.

Bagaimana tidak, kondom jelas memiliki fungsi untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit akibat hubungan sex bebas. Dengan adanya kondom, anak - anak muda lebih berani berhubungan sex, menumpahkan hasrat seksualitasnya.tentunya mengungkapkan cintanya seperti yang di sebut Jean Paul Sarte dalam buku Sex dan Revolusi “Di balik cinta selubung kata cinta sosok berbulu”.

Dalam penelusuran wikipedia, dijelaskan bahwa sejarah Maih belum jelas dari mana kata "kondom" berasal. Ada yang menduga kata itu berasal dari sebuah kota bernama Condom yang terletak di provinsi Gascony, sebelah barat daya Perancis. Pria-pria dari kota Condom ini terkenal dengan sifatnya yang menyukai seks, kurang sabar, dan gampang marah, kurang lebih seperti karakter tokoh Cyrano de Bergerac dalam drama karya sutradara Edmond Rostrands Pendapat lain mengatakan kata kondom diambil dari nama Dr.Condom, seorang dokter asal Inggris yang bergelar Pangeran. Pada pertengahan tahun 1600, ia yang mula-mula mengenalkan corong untuk menutupi penis untuk melindungi King Charles II dari penularan penyakit kelamin.

Ini penegasan bahwa Sejak awal lahirnya, dari dua versi sejarah ini pada intinya tetap pada dua hal yaitu meningkatkan keamanan dan kenyamanan sex bebas dan mencegah penularan penyakit kelamin. Sehingga realitas tingginya permintaan kondom sebenarnya adalah petaka bagi bangsa ini. Sebab sex bebas merupakan kelalaian atas tatanan sosial. Orang tua melakukan pembiaran sex bebas dimalam tahun baru, pemerintah gagal menciptakan pendidikan yang berkarakter, ulama gagal menyadarkan umatya, serta panen keuntungan para pebisnis yang hanya mengutamakan keuntungan financial semata.

Larisnya kondom tak lepas dari beberapa faktor diantaranya Kondom mampu mencegah kehamilan dengan harga murah, tentu bisa menjaga Siri’ (harga diri ) yang masih dijunjung masyarakat sulsel karena hamil diluar nikah sehingga orang tua tak perlu mengkhawatirkannya, kondom berhasil menyakinkan publik bahwa penyakit menular dan mematikan seperti HIV/ Aids mampu dicegah, apa lagi dibantu oleh para relawan – relawan yang mengaku peduli dengan kesehatan reproduksi, dan kondom dengan berbagai rasa mampu menyakinkan kenikmatan bercinta sehingga menggerus minat mempelajari tentang pengetahuan sex lokal yang tabuh seperti dalam kita Assikalabingeng milik suku bugis makassar.

Dalam dunia yang serba instan ini, kondom adalah alternatif pilihan. Sehingga kondom tak bisa dibendung dan disalahkan sepenuhnya. Yang perlu menjadi perhatian adalah aktor yang mengkampanyekan, menjual dan yang menggunakan kondom tersebut. Paling tidak, kondom tak menjadi barang yang begitu muda untuk diperoleh dan digunakan. Tentunya itu menjadi tanggung jawab pemerintah dalam pengawasannya.

Apa lagi tingginya permintaan kondom ini selalu mengikuti momentum pergantian tahun, sehingga pemerintah mampu dengan mudah mengatasinya. Selain mnjadi rutinitas tentunya juga telah banyak pelajaran yag diperoleh. Seperti melakukan razia rutin jelang dan puncak tahun baru, sangsi yang tegas harus disiapkan bagi orang tua yang anaknya kedapatan sex bebas serta langkah – langkah pencegahan lainnya. Setidaknya, menanti pergantian tahun tak perlu harus dipenginapan tetapi pad kegiatna – kegiatan positif seperti diskusi, pertunjukan seni, berkumpul dengan keluarga dan sebagainya.

Dengan demikian, yang menjadi hal yang mendesak saat ini adalah perlunya penyedaran publik bahwa peningkatan penjualan kondom adalah gejala utama kehancuran generasi muda. Tentunya persoalan “sex bebas” merupakan penyakit sosial yang hanya bisa diatasi dengan melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, maupun orang tua siswa. Selain itu, pendidikan Sex harus lebih diperbaiki serta ditekankan pada pencegahan hubungan sex diluar nikah.

Terakhir, momentum pergantian tahun merupakan momentum mulainya lembaran baru. Sehingga yang perlu dilakukan adalah memperingatinya dengan proses evaluasi dan perenungan terhadap kekurangan dimasa lalu dan merencanakan perbaikan di tahun yang baru. Karena hasil yang baik harus dimulai dengan hal yang positif, warnailah pergantian tahun dengan hal positif bukan dengan pesta “kondom” baru. Karena kondom hanya sekali pakai, dan harus menggatinya lagi dengan yang baru. Maka tinggalkanlah sifat sekali pakai, tapi konsistenlah dalam melakukan kebaikan.

0 komentar:

Post a Comment