Kita Tak Pernah Berhenti
Pergi
Selangkah, dua langkah, tiga, lalu tujuh
Aku menoleh ke bubungan rumahku
Ada angin, mengusap
Hatiku susut
Akankah aku harus berangkat meninggalkan
selimut kasihmu, ibu
Engkau berkata, lelaki harganya dalam pergi
Bila patah, patahlah!
Di perih garamnya samudera
Matahari tak kan pernah lengah
mengusir burung-burung nazar
mendekat pada nyawamu yang meregang
Karena engkau lelaki yang mati dalam pergi
Bila mati!
Tapi kita tak pernah berhenti pergi
Karena kita
Tak dipersiapkan untuk mati
Kita hidup!
Maka satukan
hidup pada mati dan mati pada hidup
Satukan nafas bumi
dengan panasnya darah
dengan dinginnya kesabaran
dan masa bodohnya keberanian
Bacakan:
“Baginda Ali di depanku!
Abubakar di kananku!
Sayidina Umar di kiriku!
Usman di belakangku!
Langit-bumi, dunia luar dunia dalam
Menghentak arasy
Barakka Lailahaa Illallah!
Barakka Kunfayakuun!
Haaaahhhhhh!!!”*
Bubungan rumah menjauh
Di cakrawala aku menangkap
lintasan wajahku
Yang remuk bentuk
Karena telah aku iyakan
mencarinya dalam pergi
Tak berhenti…
Makassar, 10 Juni 2000
* Orang Bugis membaca mantra
0 komentar:
Post a Comment