Oleh : Rizal Pauzi
(untuk kawanku yang telah dinanti)
Menikah,begitulah
istilah yang dinanti saat menyandang gelar sarjana. Bagi yang tak
kuliah,setaranya adalah berumur antara 22 - 25 tahun.
Ketika
pulang kampung,keluarga akan bertanya kerja dimana?jika telah kerja,
maka pertanyaan yang muncul adalah kapan menikah? Setelah itu punya anak
berapa? Dan begitulah selanjutnya.
Pertanyaan -
pertanyaan ini seperti tsunami dalam kehidupan.hanya ada dua pilihan,
melanjutkan studi atau menikah. Tentunya konsekwensinya pun jelas.
Karena
memilih melanjutkan studi, tentu "hantu" yang paling ditakuti adalah
undangan pernikahan. Tentu kita akan malu jika belum sukses dan
diperparah jika datang sendiri. belum lagi anggaran kuliah harus sedikit
disisipkan untuk mengisi undangan pesta pernikahan tersebut.
Sedikit
pengalaman, Disebuah pesta pernikahan teman seangkatan dan juga
seperjuangan diorganisasikampus. Kami pun bertemu dengan banyak teman.
Salah satunya dengan salah satu senior yang hampir menginjakkan umur 30
tahun tapi masih memutuskan belum menikah. Teman seangkatannya datang
menggendong anak dan menggenggam tangan istrinya, dengan sedikit senyum
mereka mendekati sahabatnya. Kapan menikah? Ini siswa yang saya ajar
telah menikah, terus kamu belum juga menikah - menikah. Sejenak
terdiam,tapi berusaha membela dengan bahasa semampunya. Aku yang duduk
didekatnya, sangat merasakan tekanan sosial yang tinggi yang membuatnya
harus terkucilkan.
Tentunya kita semua
bersepakat bahwa menikah itu adalah fitrah manusia. Bahkan kesempurnaan
agama dalam islah itu harus dengan menikah. Agar hidup tentram juga
dianjurkan menikah, dan tentu menyalurkan hasrat seksual dengan halal
juga harus dengan menikah.
menikah jelas adalah
kewajiban. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa bukan umatku orang yang
tak melaksanakan sunnahku (Menikah). Walaupun beberapa penafsiran ulama
yang mengatakan ada pengecualian bagi yang mengalami kelainan dalam hal
seksual. Tapi bagi yang normal tak ada toleransi baginya.
Lantas apa yang membuatmu ragu?
Engkau
telah memiliki wanita yang telah kau yakini bisa menjadi pendamping
hidupmu. Dia telah sarjana dan bekerja, telah meminta kepastianmu untuk
melamarnya.
Untuk sahabatku yang telah
dinanti,jangan terlalu lama menyiksa batinmu dan batin kekasihmu. Jika
telah yakin maka segeralah menikah.
Kau telah memiliki apa yang menjadi syaratnya.
Lantas apa yang membuatmu ragu?
Engkau
telah lama berkomitmen dengannya. kau tahu kelebihan dan
kekurangannya,begitu pun sebaliknya. Setidaknya, karena engkau aktivis
dakwah maka tak ada istilah pacaran bagimu.
Lantas apa yang membuatmu ragu?
Saya
yakin kau adalah laki laki normal secara lahir dan batin. Saya yakin
tauhidmu kuat, sehingga engkau pasti yakin dengan janji Allah SWT dalam
surah An Nur Ayat 32 "............Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui.”
Tapi karena nalarku tak
terhegemoni oleh rasa. Karena persahabatan kita yang membuatku
mengenali potensimu. Maka kusampaikan padamu satu prinsip hidupku
tentang menikah. Bagiku, Menikah itu puncak Kesuksesan. Jika menurutmu
apa yang kau cita - citakan telah kau raih maka menikahlah, karena
ketika keputusan itu kau ambil, maka yakinlah kau tak bisa ektrim
mengejar mimpimu karena sibuk memenuhi kebutuhanmu dan istrimu, anakmu
kelak,tabungan hari tuamu dan tentu sedekahmu untu Akhirat. Karena masih
yakin bahwa kita dalam proses pendakian menuju puncak, maka
tanggalkanlah beban dan teruslah melangkah.karena Jodoh pasti takkan
kemana. Sehingga menikah adalah kepastian,yang belum pasti adalah
"waktu" .
0 komentar:
Post a Comment