Dia Lempar dadunya sampai pada titik kebangkrutan,
Dia melempar segala keinginannya demi memainkan dadunya,
Lemparan dadu itu seperti ada kenikmatan bagi dirinya.
Negri oh Negri.
Inginkah Kau Dinamai Negeri Monopoli ?
Dibeli, dijual, dan dibuang ?
Dimainkan dengan sesuka batu dadu pada label yang terpampang.
Putaran dadumu seolah menandakan hidup dan matimu.
Sungguh Ironis mendengarkannya.
Permainan yang dimainkannya mungkinkah diakhiri oleh nyawa ?
Sementara hakikat kemanusiaan kau abaikan begitu saja.
Bahkan nilai-nilai kearifan kau laksanakan seperti lemparan dadu monopolimu.
Yang selama ini engkau damba-dambakan dengan angka-angka nihil.
Ketika kau sedang menggenggam erat smartphone yang kau miliki,
Masihkah kau ingin memainkannya ?
Suara tangisan kelaparan, Kehausan, hingga Pertolongan,
Dapatkah kau mendegarkannya ?
Kini kau lebih memilih mendengar suara permainanmu ketimbang,
Jeritan tangis mengharukan.
Negri oh Negri.
Aku bertanya,
Tetapi pertanyaan-pertanyaanKu
dibenturkan oleh meja monopolimu,
Sehingga pertanyaanku kau menyimpannya dalam penjara.
Yang hanya bisa diam, membisu dan Menunggu hingga lemparkan dadu-dadumu,
mejawab apa pertanyaanku.Selamatkan Pertanyaanku,
Negri oh Negri.
Makassar 6 Februari 2015
0 komentar:
Post a Comment